Rabu, 27 September 2017
Bahan Bakar Nabati
Penulis:
Prof. Dr. Ir. Rizald Max Rompas
Nickson J. Kawung, S.Si., M.Si.
Sandra O. Tilaar, S.Pi., M.Si.
Buku biologi ini menjelaskan bagaimana dua dekade belakang ini, problematik energi telah menjadi perbincangan serius di sidang-sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena permintaan bahan bakar di dunia cenderung naik, ironi cadangan minyak bumi yang dimiliki oleh negara-negara penghasil minyak semakin menipis. Ditambah lagi adanya peristiwa perang di wilayah Timur Tengah serta kenaikan produksi mobil, motor bike, dan transport udara, semua ini mendorong kekuatiran akan bahan bakar fosil habis. Untuk itu seruhan kepada negara-negara di dunia berhemat energi dan mencari solusi energi alternatif. Energi baru dan terbarukan (renewable energy), seperti panas bumi, angin, ombak, arus laut, bahan bakar nabati (biofuel) dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) telah menjadi pilihan energi alternatif.
Indonesia dikenal dunia sebagai negara kepulauan terbesar, memiliki luas laut ± 75,3% dari luas keseluruhan wilayah. Posisi geografis, Indonesia terletak di daerah katulistiwa yang memiliki sumber daya alam megabiodiversitas. Olehnya tidak dapat dipungkiri negara kita berkemampuan menyediakan bahan bakar untuk transportasi, seperti gasolin, biodiesel, bioethanol dan biopelumas berbahan baku nabati.
Memang disadari negara kita telah mencoba programkan bioethanol dan bioenergi dari bijik jarak dan minyak sawit, tetapi tidak berjalan lancar, karena kompetitif pemanfaatan lahan dan harga minyak sawit di kalangan internasional tergolong baik. Sehingga program pemerintah energi terbarukan terhenti. Padahal sesungguhnya, makroalga dan mikroalga yang tersedia di perairan Indonesia sangat berpolah, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biofuel.
Keunggulan alga sebagai bahan baku biofuel yaitu: (1) tidak berkompetisi dengan lahan pertanian dan pemukiman manusia; (2) tumbuh sangat cepat dan tidak memerlukan waktu panjang; (3) bahan bakar berasal mikroalaga/fitoplankton dapat diusahakan sebagai usaha ‗home industry’, seperti yang dilakukan oleh negara Irlandia dan Brazil; (4) luas perairan (laut dan air tawar) sangat luas; dan (5) Indonesia terletak di zamrut katulistiwa, yang sepanjang tahun suhu relatif sama dan kuantitas peneterasi sinar matahari ke bumi tetap tersedia cukup.
Dengan demikian, buku biologi ini banyak membahas alga sebagai bahan bakar nabati ketimbang jarak pagar (Jathropha curcas L). Kemudian bagian bab lainnya merupakan teori dasar cara pemurnian minyak, baik minyak mentah dari fosil maupun bahan nabati/hayati.
Buku biologi ini cocok bagi para kaum cendekia, pebisnis, para birokrat (pengambil kebijakan di pemerintahan) dan masyarakat umum pemerhati energi. Buku biologi ini akan mendorong kita agar memanfaatkan sumber daya alam hayati untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sehingga negara kita tidak lagi mengharapkan energi dari fosil.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar